Twitter @dlaify
21 Maret 2015, tepatnya sehari yang lalu warga dunia disibukkan dengan hari kehutanan sedunia. Seleberasinya bermacam-macam: penetrasi media sosial, gerakan sosial hingga aksi teaterikal di pinggir jalan oleh para aktivis lingkungan. Dapat dikatakan bahwa hutan kita, dalam hal ini hutan dari tanah Indonesia masih menghadapi serangkaian permasalahan. Mulai dari hal kecil hingga yang di luar kebiasaan. Klasik.
Berbagai macam isu lingkungan hidup yang ada di masyarakat telah banyak menarik perhatian saya. Mulai dari hal mikro seperti fenomena membuang sampah sembarangan hingga yang bersifat makro seperti isu pemanasan global, perdagangan sirip hiu hingga konspirasi korporat global dalam perusakan lingkungan. Namun, satu hal yang menarik perhatian saya yaitu isu pelestarian orangutan. Orangutan sebagai penjaga ekosistem hutan tropis merupakan satwa asli Indonesia yang keberadaannya semakin terancam punah. Banyak faktor yang melatrbelakanginya, mulai dari faktor alamiah sepeti usia orangutan yang semakin renta hingga kemampuan reproduksi masing-masing organisme. Sementara faktor manusia seperti alih fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi menjadi faktor yang sangat signifikan dalam mereduksi populasi orangutan.
Isu orangutan bukan sekedar mengenai isu lingkungan hidup semata, lebih jauh lagi isu orangutan juga menyangkut masalah kedaulatan negara. Cukup kompleks memang, populasi orangutan terbesar di dunia tersebar di Kalimantan, dan sebagian kecil wilayah Sumatera dan Malaysia Timur. Hal ini kemudian menjadi polemik antardua negara ketika orangutan dijadikan sebagai media untuk berebut wilayah kedaulatan secara de Facto. How come?
Berikut penjelasan mengenai kompleksitas masalah orangutan di Indonesia: Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang bersaing ketat sebagai penghasil CPO (kelapa sawit) terbesar di dunia. Sementara, penduduk indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan kurang memperoleh perhatian secara optimal dari pemerintah. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh Malaysia untuk mengeksploitasi masyarakat Indonesia di perbatasan dengan cara memperkerjakan penduduk perbatasan dengan sistem upah jika berhasil membunuh orangutan. Mengapa harus membunuh? Hal ini disebabkan karena orangutan di Indonesia yang masuk ke dalam wilayah hutan kelapa sawit Malaysia dianggap hama yang dapat mengganggu produktivitas hutan produksi tersebut. Oleh karena itu, membunuh orangutan dianggap sebagai solusi efektif untuk melindungi hutan kelapa sawit Malaysia. Dan sebagian penduduk Indonesia di wilayah perbatasan ternyata sudah memiliki KTP warga negara Malaysia! Secara De Facto tentu mengancam kedaulatan negara.
Diskusi singkat mengenai masalah orangutan, saya percaya bahwa permasalahan orangutan ini telah mendapat tempat di kalangan pemerhati maupun komunitas pencinta orangutan. Namun awareness dari masyarakat awam terhadap masalah ini masih rendah. Masyarakat masih cenderung menganggap orangutan sebagai satwa lucu dan menggemaskan. Padahal di balik itu semua, spesies orangutan memiliki penderitaan dan tantangan yang luar biasa akibat keserakahan kita, manusia.
Saya percaya masyarakat dapat berkontribusi terhadap lingkungan hidup di segala aspek, terutama dalam kampanye pelestarian orangutan di kalangan masyarakat awam. Masayarakat memegang peranan penting dalam pelestarian orangutan. “The Society is the biggest Power in this World, in this Universe”. Melalui kutipan ini, saya optimis jika kita membangun komitmen yang berbasis pada masyarakat, maka kita akan meraih suatu keberhasilan secara bersama-sama dan bermanfaat bagi seluruh elemen masyarakat.
Salam Hijau!