Minggu, 22 Maret 2015

Still, ngomongin Orangutan

Twitter @dlaify


21 Maret 2015, tepatnya sehari yang lalu warga dunia disibukkan dengan hari kehutanan sedunia. Seleberasinya bermacam-macam: penetrasi media sosial, gerakan sosial hingga aksi teaterikal di pinggir jalan oleh para aktivis lingkungan. Dapat dikatakan bahwa hutan kita, dalam hal ini hutan dari tanah Indonesia masih menghadapi serangkaian permasalahan. Mulai dari hal kecil hingga yang di luar kebiasaan. Klasik.

Berbagai macam isu lingkungan hidup yang ada di masyarakat telah banyak menarik perhatian saya.  Mulai dari hal mikro seperti fenomena membuang sampah sembarangan hingga yang bersifat makro seperti isu pemanasan global, perdagangan sirip hiu hingga konspirasi korporat global dalam perusakan lingkungan. Namun, satu hal yang menarik perhatian saya yaitu isu pelestarian orangutan. Orangutan sebagai penjaga ekosistem hutan tropis merupakan satwa asli Indonesia yang keberadaannya semakin terancam punah. Banyak faktor yang melatrbelakanginya, mulai dari faktor alamiah sepeti usia orangutan yang semakin renta hingga kemampuan reproduksi masing-masing organisme. Sementara faktor manusia seperti alih fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi menjadi faktor yang sangat signifikan dalam mereduksi populasi orangutan.

Isu orangutan bukan sekedar mengenai isu lingkungan hidup semata, lebih jauh lagi isu orangutan juga menyangkut masalah kedaulatan negara. Cukup kompleks memang, populasi orangutan terbesar di dunia tersebar di Kalimantan, dan sebagian kecil wilayah Sumatera dan Malaysia Timur. Hal ini kemudian menjadi polemik antardua negara ketika orangutan dijadikan sebagai media untuk berebut wilayah kedaulatan secara de Facto. How come?

Berikut penjelasan mengenai kompleksitas masalah orangutan di Indonesia: Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang bersaing ketat sebagai penghasil CPO (kelapa sawit) terbesar di dunia. Sementara, penduduk indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan kurang memperoleh perhatian secara optimal dari pemerintah. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh Malaysia untuk mengeksploitasi masyarakat Indonesia di perbatasan dengan cara memperkerjakan penduduk perbatasan dengan sistem upah jika berhasil membunuh orangutan. Mengapa harus membunuh? Hal ini disebabkan karena orangutan di Indonesia yang masuk ke dalam wilayah hutan kelapa sawit Malaysia dianggap hama yang dapat mengganggu produktivitas hutan produksi tersebut. Oleh karena itu, membunuh orangutan dianggap sebagai solusi efektif untuk melindungi hutan kelapa sawit Malaysia. Dan sebagian penduduk Indonesia di wilayah perbatasan ternyata sudah memiliki KTP warga negara Malaysia! Secara De Facto tentu  mengancam kedaulatan negara.

Diskusi singkat mengenai masalah orangutan, saya percaya bahwa permasalahan orangutan ini telah mendapat tempat di kalangan pemerhati maupun komunitas pencinta orangutan. Namun awareness dari masyarakat awam terhadap masalah ini masih rendah. Masyarakat masih cenderung menganggap orangutan sebagai satwa lucu dan menggemaskan. Padahal di balik itu semua, spesies orangutan memiliki penderitaan dan tantangan yang luar biasa akibat keserakahan kita, manusia. 

Saya percaya masyarakat dapat berkontribusi terhadap lingkungan hidup di segala aspek, terutama dalam kampanye pelestarian orangutan di kalangan masyarakat awam. Masayarakat memegang peranan penting dalam pelestarian orangutan. “The Society is the biggest Power in this World, in this Universe”. Melalui kutipan ini, saya optimis jika kita membangun komitmen yang berbasis pada masyarakat, maka kita akan meraih suatu keberhasilan secara bersama-sama dan bermanfaat bagi seluruh elemen masyarakat.


Salam Hijau!   

Senin, 14 Juli 2014

Nasihat Baduy

Twitter @dlaify

Buyut nu dititipkeun ka puun
Nagara satelung puluh telu
Bangawan sawidak lima
Pancer salawe nagara
Gunung teu meunang dilebur
Lebak teu meunang dirusak
Larangan teu meunang dirempak
Buyut teu meunang dirubah
Lojor teu menang dipotong
Pondok teu meunang disambung
Nu lain kudu dilainkeun
Nu ulah kudu diulahkeun
Nu enya kudu dienyakeun

Artinya:

Buyut yang dititipkan kepada puun
Negara tiga puluh tiga
Sungai enam puluh lima
Pusat dua puluh lima negara
Gunung tak boleh dihancurkan
Lembah tak boleh dirusak
Larangan tak boleh dilanggar
Buyut tak boleh diubah
Panjang tak boleh dipotong
Pendek tak boleh disambung
Yang bukan harus ditiadakan
Yang jangan harus dinafikkan

Yang benar harus dibenarkan

Sabtu, 15 Februari 2014

Saatnya Bernafas Untuk Hutan Indonesia

         Indonesia merupakan salah satu negara dengan wilayah hutan terluas di dunia. Hutan yang membentang dari Sabang hingga Merauke ini membuat Indonesia dijuluki sebagai paru – paru dunia. Dengan kata lain, hutan di Indonesia merupakan “antioksidan” bagi emisi karbon yang dihasilkan oleh padatnya aktivitas masyarakat dunia sehari – hari. Hutan di Indonesia yang didominasi oleh hutan tropis ini dapat dikatakan sebagai sosok hutan ideal. Mengapa demikian? Sebab hutan tropis di Indonesia ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan dan dihuni oleh berbagai fauna yang hanya bisa ditemukan di wilayah tropis. Sebut saja orangutan. Satwa yang masuk ke dalam spesies kera ini hanya dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan dan sebagian kecil Malaysia Timur. Indonesia memenuhi kriteria hutan tropis yang ideal karena indikator hutan tropis ideal adalah hutan tropis yang dihuni oleh orangutan. Selain orangutan, satwa lain yang turut menghuni di hutan Indonesia adalah harimau dan badak.

        Hutan di Indonesia rupanya tidak sekedar berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida, tetapi juga sebagai habitat asli satwa langka, penyeimbang ekosistem sekaligus pencegah pemanasan global. Namun realita yang terjadi justru sebaliknya. Hutan tropis di Indonesia mengalami penggundulan hutan atau deforestasi secara signifikan setiap tahunnya. Peralihan hutan lindung menjadi lahan konsesi membuat kehidupan satwa langka semakin terancam punah. Salah satu industri yang harus bertanggung jawab atas deforestasi hutan yaitu industri kelapa sawit. Industri kelapa sawit baik dalam negeri maupun industri kelapa sawit milik asing secara bebas mengeksploitasi hutan secara masif dan telah terjadi dalam jangka panjang. Tak jarang dalam upaya perusahaan kelapa sawit membuka lahan konsesi di hutan tropis ini melibatkan warga sekitar untuk membunuh satwa langka seperti orangutan yang dianggap sebagai hama dan mengganti dengan imbalan rupiah.  Lemahnya regulasi pemerintah akan perlindungan hutan serta minimnya perhatian pemerintah terhadap daerah perbatasan rupanya menjadi pemicu utama masalah deforestasi ini.


        Pencegahan serta penanganan deforestasi hutan harus dimulai dari sekarang. It’s now emergency! Masyarakat harus berpartisipasi mencegah deforestasi hutan karena masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka mengontrol eksploitasi yang dilakukan oleh sekelompok industri terhadap hutan di Indonesia. Masyarakat merupakan kelompok besar yang memiliki kekuatan superior serta pengaruh untuk mendorong industri berkomitmen menghentikan deforestasi. Melalui kampanye Protect Paradise, saya ingin mengajak kamu sebagai bagian dari masyarakat untuk bersama – sama melakukan kontrol terhadap industri yang tidak ramah lingkungan. Kamu dapat berpartisipasi aktif mencegah kerusakan hutan dengan bergabung bersama Greenpeace Indonesia sebagai LSM yang memiliki kepedulian tinggi akan kelestarian lingkungan hidup. Selain itu, kamu juga bisa melindungi bumi dimulai dari diri sendiri dengan cara menerapkan PROTECT PARADISE (Pro-Technology and from Paperless to be Wise) dalam kehidupan sehari – hari. Maksudnya adalah mengurangi penggunaan kertas dan melakukan daur ulang, menggunakan transportasi umum untuk mengurangi emisi karbon serta aktif berpartisipasi dalam gerakan Greenpeace Indonesia. Karena setiap hela nafasmu memberi kehidupan bagi hutan Indonesia. Ayo bernafas bersama untuk masa depan bumi Indonesia yang lebih hijau! 


Salam Hijau!



Referensi:

Jumat, 06 September 2013

When Abang None Jakarta Met AIESEC
Twitter: @dlaify

AIESEC EcoTourism Project 2013 at Faculty of Economic Universitas Indonesia

I got a lot of impressions about Jakarta from the participants of AIESEC around the world, especially about the real condition of Jakarta: the tourism, the environmental, the garbage, traffic jam, animal’s life, the government and most important, the people. There are about 38 participants around the world from 20+ different countries: Malaysia, Czech Republic, Germany, Taiwan, Belgium, Slovakia, Russia, Egypt, Morroco, etc (yet excluding Indonesia) join together in Jakarta to hold the EcoTouism Project 2013 Global Village. What a noble purpose! They have been here for 6 weeks and spending their time to learn about and compare Jakarta with other tourism destinations in Indonesia like Bali, Gili, Bandung and Jogjakarta..

All the participants are divided by seven groups which consist of seven until eight members each group. The name of each team is unique and easy listening. There are martabak, nasi hijau, jalan jalan , badak badak, bunga power, etc. Then, they travel to outside Jakarta as well. Next task, each group must created their own video to describe Jakarta with its positive and negative things.


When I’m at the venue, I have opportunity to see one of the stands from “Nasi Hijau” team. I see a kind of a blow instrument from Czech Republic on the table and it was so great. We have a short conversation with Sandra from Germany, Ondra from Czech Republic and other members. I try to ask them their impression about Jakarta and some members said that living in Jakarta is very hot and so crowded. Yes, I do agree because Jakarta is so hot, traffic jam and lack of trees. Another interesting moment is when I see the participant from Russia writing the words “Transportation is cheap, but soooo slow” on the paper. Yes, that’s our biggest homework to solve traffic jam problem.

The committees then play the video by video onto LCD projector. Then I found problem by problem - which Jakarta currently faces of - during the video playing. I read the statements from one participant about Ragunan zoo which is too old designed, has no eco-tourism concept and has nothing to learn. It’s so heart-breaking when I see the starving animals and they only sleep all day long. As well as the Jakartans, they think that the government doesn’t really pay attention to environmental because there’s another issue which makes the environmental issue becoming the 2nd or 3rd

While, each video also describes the beautiful side of Indonesia where (maybe) couldn’t find in other countries. They also do some green actions like planting coral reeves in Pramuka island, Seribu island, join with car free day in Sudirman – Thamrin street and give green education to Pocin Elementary School’s students. They believe someday Jakarta will be as beautiful as other tourism destinations in Indonesia and abroad if it balanced with the green action to make Jakarta becoming a nice place for every people who live there.

In short, thank you so much for sharing your experiences as long you’ve been here. Thank you so much for the chance you give to me.  Feeling so worth to stand among the all participants of AIESEC around the world. I appreciate all videos because the aims are not only to raise awareness, but also to persuade the people to take real action, green action to save Jakarta. I listened to a lot of critics, suggestions and solutions for the better Jakarta. All those messages will be always in my mind, in our to-do-list projects. Everything has silver linings. As tourism ambassadors, we promise to take care of the environment and make Jakarta becoming next green city in Indonesia. Hey AIESEC? What’s up!



Best Regards,
Dlaify Bruinsma.
2nd Runner Up Abang East Jakarta 2013
Universitas Indonesia

Senin, 22 April 2013

Mendefinisikan Kembali Hakekat Hemat Energi
Twitter: @dlaify


Ketika berbicara mengenai bumi, maka kata lain yang sangat identik dengannya adalah kata “hijau” atau “green”. Kata “hijau” ini seringkali diasosiasikan dengan kata “pohon” oleh masyarakat awam. Tentunya persepsi tersebut merupakan hal yang relevan, namun perlu kita ketahui adalah makna kata “hijau” sebenarnya tidak sekedar mengacu pada pohon saja. Melainkan mencakup segala aspek yang baik bagi lingkungan. Istilah “Bumi yang Hijau” bukanlah sekedar bumi yang penuh dengan pepohonan nan rindang, tetapi juga diisi oleh budaya hidup yang ramah lingkungan.

Berbicara mengenai budaya hidup yang ramah lingkungan, saat ini seluruh umat manusia memang tengah terlibat di dalam budaya ini, hanya saja sebagian dari kita tak serta merta menyadarinya. Bumi kita kini tengah dilanda berbagai persoalan yang sangat berat, kompleks dan masif. Bumi sejak dulu kala telah menjadi tulang punggung atas berangkai – rangkai kebutuhan para penghuninya. Bumi juga sama seperti manusia. Ia pernah bahagia, pernah sedih, pernah sakit bahkan marah. Sayangnya, saya merasa bumi kita kini tengah sakit dan juga marah. Sakit karena mulai tak sanggup menopang beban atas segala kebutuhan kita dan marah karena semakin sedikit dari kita yang konsisten peduli dengannya. Saya yakin sebagian besar dari anda sepakat dengan apa yang saya katakan. Manusia sebagai kelompok mahluk hidup yang paling sempurna di muka bumi tentu memiliki peranan maha penting dalam menjaga kelestarian bumi. Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak khalayak untuk merubah persepsi atau pola pikir tentang pentingnya memelihara bumi.

Dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia yang jatuh pada 22 April 2013 ini, saya ingin mengajak khalayak luas untuk kembali aware dan menerapkan budaya hidup yang ramah lingkungan dengan cara “merubah” pola pikir konvensional yang selama ini kita anut.


Urgensi Budaya Hidup Hemat

            Budaya hidup hemat merupakan kebiasaan positif yang perlu kita tiru dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari. Budaya hidup hemat ikonik dengan khalayak yang melakukan penghematan dalam kegiatan konsumsi supaya memperoleh surplus dalam hal ekonomi. Misalnya, menghemat pengunaan air, listrik, bahan bakar kendaraan dan sebagainya. Hanya saja yang ingin saya tekankan disini yaitu mengenai “apa tujuan anda berhemat?”. Mengapa kita terbiasa mematikan keran air setelah menggunakan toilet? Mengapa kita cenderung mematikan lampu di siang hari? Alasan yang kemudian sering muncul dibenak kita adalah supaya tidak boros dan bisa berhemat. Kemudian dengan berhemat, maka pengeluaran akan dapat diminimalisir dan keuntungan secara finansial akan mudah didapat. pemikiran tersebut merupakan pemikiran yang tepat namun sayangnya sudah terlalu kuno untuk diterapkan pada zaman sekarang ini.

            Kita sebagai generasi modern yang hidup di Abad 21, dimana bumi telah mencapai tahapan maturity yang bila tidak dimantain dengan baik dengan pasti akan semakin terperosok pada tahap decline ini, sudah saatnya mengubah pola pikir menjadi lebih modern. Bagi saya, pemikiran konvensional hanya berfokus pada efisiensi dan sementara tuntutan besar terhadap realita saat ini adalah tuntutan budaya hidup ramah lingkungan yang bertujuan pada efektifitas dan efisiensi. Terdapat alasan yang lebih urgen menghemat energi dibanding alasan – alasan finansial.

            Ketika kita menghemat penggunaan air maupun listrik supaya tagihan tidak membengkak tentunya hal tersebut dapat diterima secara logika, namun ada alasan yang lebih darurat untuk melakukan penghematan. Saat ini bumi kita mengalami krisis air bersih, persediaan air tawar dari zaman dinosaurus hingga kini dan di masa depan nanti jumlahnya konstan, ia tidak akan bertambah namun berpotensi besar berkurang jumlahnya. Sementara kebutuhan akan air bersih (terutama untuk kebutuhan akan minum, mandi, cuci dan kakus) mutlak semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia. Itu artinya manusia harus berkompetisi memperoleh air bersih dengan milyaran penduduk bumi lainnya. Persaingan tersebut nampaknya tak begitu mencolok di negara ini. Indonesia sebagai negara iklim tropis memiliki persediaan air bersih yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya walaupun santer diprediksikan akan mengalami krisis air pada 2015. Namun bagaimana dengan kondisi negara – negara di belahan bumi lainnya? Negara Afrika Selatan sekaligus negara terkaya di benua tersebut rupanya mengalami krisis air yang berkepanjangan. Air sebagai salah satu pasokan tenaga listrik utama di Afrika persediannya kian menipis dan mengancam perekonomian negara tersebut. Sementara di Afrrika Tengah, masyarakat mengalami krisis air bersih dan krisis pangan yang disebabkan oleh perubahan iklim.

            Di Indonesia, krisis bahan bakar utamanya bahan bakar minyak (BBM) tak henti menghantui negara kita. Masih ingatkah dengan wacana pemerintah menganai kenaikan BBM Maret 2012 lalu yang membuat geger masyarakat? Pemerintah pada saat itu merasa kuwalahan memberi subsidi terhadap impor BBM yang permintaannya melonjak tajam melebihi kuota dan membebani APBN sehingga satu – satunya opsi ampuh yang dapat ditempuh yaitu dengan menaikkan harga bahan bakar. Namun tekanan dari masyarakat akhirnya membuat pemerintah mengurungkan niatnya. Masyarakat Indonesia sangat bergantung pada energi yang satu ini, energi yang menjadi roda kehidupan sehari – hari serta kemudahan memperoleh menjadi faktor yang membuat masyarakat Indonesia semakin konsumtif.

           Contoh – contoh diatas menujukkan bahwa bumi terus dieksploitasi isi perutnya guna memenuhi kebutuhan mahluk hidup yang tak terhingga batasannya. Sementara perhatian yang kita berikan rasanya berbanding timpang dengan sederetan manfaat yang telah bumi berikan bagi kita. Sudah waktunya kita merubah pola pikir, tidak sekedar bagaimana melakukan penghematan demi tujuan efisiensi, tetapi juga berhemat demi tercapainya efektifitas. Kemampuan bumi, terutama dalam menyuplai energi yang suatu saat nanti akan mencapai titik henti seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua dalam menciptakan energi terbarukan sebagai alternatif atas energi yang tidak dapat diperbaharui dimana jumlahnya kian menipis. Hemat energi merupakan cara paling sederhana yang bisa dilakukan oleh kita semua. Yang terpenting adalah komitmen untuk senantiasa menjaga kelestarian dari kita untuk bumi tercinta. Selamat Hari Bumi Internasional


Salam Hijau!


Referensi:

Rabu, 12 Desember 2012

Environmental Action



FISIP MASUK DESA (2012)

Bulan Juni 2012, bersama mahasiswa FISIP UI lainnya yang tergabung dalam FISIP MASUK DESA (FMD) 2012 melakukan kunjungan selama tiga hari dua malam di desa Rabak, kecamatan Rumpin, Bogor – Jawa Barat. Desa Rabak merupakan desa yang sangat tertinggal dibandingkan wilayah lain di Bogor. Minimnya pasokan listrik, sarana prasarana transportasi dan sulitnya akses pendidikan di wilayah tersebut memaksa warga Rumpin hidup dengan serba kekurangan. Banyak remaja yang putus sekolah dan bekerja sebagai penggarap sawah dengan fasilitas ala kadarnya.

Selama berada di sana, kami melakukan kegiatan yang melibatkan partisipasi warga di desa tersebut. kegiatan tersebut antara lain pelatihan kewirausahaan, pendidikan, pemerikasaan kesehatan gratis, diskusi warga hingga kegiatan lingkungan berupa bersih kampung di hari terakhir kami di sana. Yang menarik sekaligus membuat kami prihatin dengan kondisi lingkungan tersebut yaitu ketika para warga hidup berdampingan dengan sampah. Mereka sudah terbiasa dengan kondisi kampung mereka yang nyaris kumuh dan tidak sehat. Kami pun menjalankan misi lingkungan di desa tersebut. seluruh panitia dan warga saling bahu membahu melakukan bersih desa : mulai dari besih jalanan hingga bantaran sungai. Sampah yang terkumpul pun mencapai berkantung – kantung. Tak hanya bersih desa, kami juga memberikan penyuluhan akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya dan menjaga ekosistem di desa tersebut agar kualitas hidup warga di wilayah tersebut meningkat.




LET'S SAVE OTAN! (2012)

This is the time! Baru baru ini saya mengikuti kompetisi periklanan terbesar di Jawa Tengah, yaitu Caraka Festival 2012. Terdapat beberapa kategori iklan yang dipertandingkan salah satunya Radio Advertisement. Yang menarik dari kompetisi iklan ini yaitu selain mengangkat tema umum, juga mengangkat tema lingkungan hidup. Untuk lomba iklan ini, saya memilih untuk membuat iklan mengenai eksistensi orangutan. Orangutan yang populasi dan habitatnya semakin terancam ini sudah saatnya memperoleh bantuan dari kita. Perburuan liar orangutan sudah menjadi isu hangat di kalangan pemerhati atau komunitas pencinta orangutan. Namun, masyarakat awam nampaknya banyak yang belum mengerti dan menganggap itu bukanlah suatu ancaman besar. Namun perlu diketahui, salah satu indikator hutan tropis ideal yaitu ketika hutan tersebut dihuni oleh orangutan sebagai penyeimbang dan pelestari ekosistem di hutan itu sendiri. Iklan ini bertujuan mempersuasi khalayak agar mendonasikan uangnya sebagai bentuk kepedulian terhadap orangutan dari ancaman kepunahan. 






Can’t wait any longer for next year, banyak project lingkungan sudah menanti!

Salam Hijau!

Sabtu, 01 Desember 2012

Orangutan : When the Government Dumb, the Peoples Should Take the Lead!
Twitter : @dlaify


Sekilas Tentang Orangutan
            Orangutan sebenarnya merupakan salah satu dari empat spesies jenis kera yang ada di dunia. Keluarga besar kera ini terdiri dari Orangutan yang terletak di kawasan hutan hujan tropis Asia (Indonesia dan sebagian kecil Malaysia). Sementara tiga spesies lainnya yaitu Simpanse, Gorila dan Bonobo hidup di benua Afrika. Orangutan memiliki nama latin yaitu Pongo Pygmeaus. Fauna langka ini tersebar di dua wilayah yaitu di pulau Sumatra (Pongo Abelii) dan di pulau Kalimantan atau Borneo dan Sebagian kecil Malaysia. Di Kalimantan sendiri Orangutan dibagi menjadi tiga divisi, antara lain : Pongo Pygmeaus Pygmeaus, Pongo Pygmeaus Wurmbii dan Pongo Pygmaeus Morio.

Orangutan sendiri menurut CITES masuk ke dalam jenis binatang ketegori Appendix I, dimana merupakan kategori fauna yang sangt dilindungi dari perdagangan atau komersialisasi karena sangat rentan akan kepunahan). Fakta yang menarik dari orangutan yaitu mereka tergolong sebagai mahluk frugivora yaitu pemakan buah, kayu, umbut, cambium dan serangga. Keberadaan orangutan di dalam hutan mampu menjaga stabilitas hutan agar tetap terjaga kelestariannya.

Orangutan Terancam Punah!
            Sudah sejak lama orangutan mengalami permasalahan yang mengancam habitat dan kelestariannya. Berbagai masalah tersebut kini semakin kompleks hingga mengancam kepunahan orangutan. Salah satu permasalahan pelik yang terjadi yaitu maraknya kegiatan alihfungsi hutan lindung menjadi hutan produksi (biasanya untuk industri sawit). Alih fungsi inilah membuat habitat asli orangutan semakin terdegradasi oleh kepentingan bisnis semata. Perlu diketahui bahwa hutan dapat dikatakan ideal apabila terdapat orangutan di dalamnya.

Menurut data WWF Indonesia, sebanyak 70% dari total populasi orangutan di Indonesia hidup di wilayah konsesi. Hal ini menimbulkan isu baru mengenai perburuan orangutan. Orangutan yang memasuki wilayah konsesi kerap dipersepsikan sebagai hama industri dan berakibat pada perburuan liar. Setiap tahunnya jumlah kematian orangutan akibat perburuan liar semakin tinggi, hal ini diperparah dengan adanya kegiatan perdangan anak atau bayi orangutan secara ilegal. Biasanya setiap penculikan bayi orangutan melibatkan pembunuhan terhadap induknya. Jadi dapat dikatakan setiap satu anak bayi orangutan diculik, maka satu induk orangutan tewas terbunuh. Tindakan ini sangat berdampak buruk bagi populasi orangutan yang kian menyusut jumlahnya.

Selain faktor manusia, juga terdapat faktor alam. Pada tahun 1997/1998, hutan Kalimantan mengalami kebakaran hutan akibat badai El-Nino dan suhu hutan yang ekstrem sehingga habitat orangutan berkurang drastic dan jumlah orangutan menyusut seketika.

When The Government dumb, The Peoples Will Take The Lead. Kalimat tersebut menurut saya sangat ideal bagi kita dalam mengatasi permasalahan ini. Ketika pemerintah hanya berbuat ala kadarnya, kini saatnya kita yang bertindak. Kita dapat mencegah perusakan hutan dimulai dari diri sendiri dengan menghemat penggunaan kertas, tissue dan segala produk yang mengandung material dari pohon. Selain itu langkah konkret yang bisa kita lakukan yaitu dengan cara memberi donasi bagi orangutan sebagai bentuk dukungan moril terhadap kelestarian orangutan. Informasi lebih lanjut mengenai orangutan dapat mengakses WWF Indonesia atau follow @OtanEmbassy on Twitter!

 Salam Hijau!

(Hargailah setiap karya milik siapapun dengan tidak melakukan tindakan plagiarisme)
Dlaify Bruinsma
Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Indonesia

Sumber : WWF Indonesia